Edisi Terbaru Gaya Menangis Novelis

Edisi Terbaru Gaya Menangis Novelis - Ambar bercerita, Seruni diam mendengar tak menyela. Mengertilah ia kenapa kak Awang dan Ambar merasa kehadiran Seruni akan membuat Awang melupakannya. Ambar cemburu. Ambar merasa disaingi.

Oh itukah yang membuat kak Ambar jadi sinis kepadaku. Batin Seruni. Ambar bercerita tuntas padanya mengenai edisi terbaru gaya menangis novelis, tentang Awang yang menurut Ambar ternyata diam-diam mencintai Seruni. Ada kebahagiaan yang lain hadir direlung hati Seruni, tapi aku tak boleh merebut kak Awang dari kak Ambar, kasihan kak Ambar, suara hati kecilnya edisi terbaru gaya menangis http://www.blogger.com/img/blank.gifnovelis.

Daftar Type Model Handphone Keluaran Terbaru Edisi Tahun 2011
Daftar Type Model Blackberry Edisi Terbaru Keluaran Tahun 2011
Laptop Acer Edisi Keluaran Terbaru Tahun 2011
Laptop Toshiba Edisi Terbaru Keluaran Tahun 2011
Laptop Axioo Edisi Terbaru Keluaran Tahun 2011
Laptop DELL Edisi Terbaru Keluaran Tahun 2011
Laptop Sony Vaio Edisi Terbaru Keluaran Tahun 2011

“Dik Seruni, aku tahu dari sinar matamu, kau juga jatuh cinta padanya !” Dugh, jantung Seruni seakan hendak jatuh mendengar ucapan Ambar, yang sekaligus membuka edisi terbaru gaya menangis novelis matanya akan kenyataan yang tengah dialaminya, menyibak perasaan asing yang diam-diam teramat membahagiakannya itu. Seruni diam. Bergerakpun ia enggan, matanya hanya mengerjap membahasakan rahasia hatinya yang perawan.

“”Dik Seruni, kini aku dapat berlapang dada, Awang tidak keliru bila memilihmu.” Ucap Ambar ketika akan kembali ketendanya.

Kegiatan penghijauan usai sudah. Awang nampak sibuk mempersiapkan acara penutupan sekaligus perpisahan antara anggota-anggota perkemahan. Beberapa unit kerja SMA Pandaran membentuk kelompok yang akan mengisi acara perpisahan edisi terbaru gaya menangis novelis tersebut. Seruni juga sibuk membagi-bagikan snack kepada anggota-anggota unit kerja dan anggota-anggota MAPALA.

Malam perpisahan berlangsung hikmat dan syahdu. Masing-masing menahan isak keharuan yang dalam. Masing-masing kepala tertunduk menyadari perpisahan yang akan terjadi kini. Semuanya akan merasa kehilangan edisi terbaru gaya menangis novelis. Semuanya menyadari betapa besarnya kebersamaan ternyata telah banyak melahirkan kesan-kesan yang mendalam dihati masing-masing kelompok beda generasi ini. Kemesraan dan persahabatan telah berhasil menjembatani mereka.

Subuh yang dingin, Seruni menyelinap keluar dari tendanya. Menembus kabut yang menyeliputi telaga. Seruni memilih duduk di atas batu datar yang ada di tepi telaga itu. Sesaat ia mengenang kembali pertemuannya dengan edisi terbaru gaya menangis novelis Awang ditempat ini tempo hari. Seruni jadi tersenyum-senyum sendiri mengingat kegugupannya saat itu. Lama ia memandang air telaga yang tenang hingga tanpa disadarinya kehadiran seseorang yang tengah dilamunkannya.

“Alangkah damainya telaga ini!”, Awang berbisik halus. Seruni terkejut. Disampingnya telah berdiri Awang yang menatapnya teramat lembut. “Oh…..kak Awang, sejak kapan disini?” Seruni tergagap. “Maaf aku mengejutkanmu dik Seruni!” Awang mendesah. Pertanyaan Seruni tak terjawab. Seruni hanya diam menunduk. Awang selalu begitu. Tidakkah kak Awang tahu, kehadirannya malah kuharapkan, bisik hati Seruni.

“Dik, Seruni, besok aku pulang…” Awang terdiam dengan kalimat yang menggantung. Seakan berat sekali nampaknya untuk berbicara.” …dan sebelum pulang, aku ingin menyampaikan sesuatu untukmu.” Seruni memberanikan diri menatap Awang yang wajahnya terlihat agak pucat dan memelas. Kedua mata mereka bertaut, keduanya saling membaca rahasia yang tersimpan. Awang tersenyum rawan, Seruni menahan keharuan yang menyesak. Ada sebutir air menggenang di pelupuk matanya. Tapi ia tetap memandang, seakan ingin mengukir wajah Awang di batinnya.

Awang perlahan meraih, dan digenggamnya tangan halus itu. Digenggamnya dengan hati dan jiwa yang bersih. Seruni tetap memandang dan memandang sampai perlahan pandangannya mengabur, perlahan matanya dibentengi air bening yang mengalir dari hatinya, dari cintanya yang perawan. Seruni menangis lirih.

Awang terpana. “Seruni , ah maafkan aku, dan….jangan menangis.” Pinta Awang gelisah. “Maafkan kak Awang, Seruni.” Seruni malah semakin terharu. Awang meraih kepala gadis itu, dibelainya dengan kasih. “Dik ….Seruni, sudahlah….hapuskan airmatamu.” Awang mencoba membujuk Seruni, padahal ia sendiri tidak menyadari bila edisi terbaru gaya menangis novelis airmatanya mulai merebak.

“Aku….a….aku mencintaimu, Seruni,” tersendat-sendat Awang mengungkapkan perasaannya. Seruni diam, masih tak percaya pada pendengarannya. Airmatanya semakin deras mengalir membahasakan kebahagiaannya yang teramat dalam. Tapi Seruni tetap diam, hanya jemari tangannya yang semakin erat membalas genggaman Awang. “Seruni, bila kau tak menyukai kelancanganku ini, maafkanlah kak Awang, barangkali aku belum beruntung.” Desah Awang haru. Awang melepas genggamannya. Perlahan sekali ia berbalik meninggalkan tempat itu.
“Kak Awang….! Jangan pergi.” Ratap Seruni. Awang menghentikan langkahnya, berbalik menatap Seruni tak percaya pada edisi terbaru gaya menangis novelis apa yang didengarnya. Tidak salahkah pendengaranku bisiknya, rawan.

Tak perlu menunggu jawaban lagi. Seruni berlari menghambur kedalam pelukannya, menangis. “Kak Awang jangan tinggalkan Seruni,” rintihnya. Awang merasa seakan dunia ini turut bernyanyi untuknya. Didekapnya Seruni. “Oh…tidak, Seruni, kak Awang tidak meninggalkanmu, cintaku,” Bisik Awang mesra. ”Tapi bagaimana kak Ambar?” rintih Seruni pilu. Namun sebelum Awang sempat menjawab mendadak tempat itu terang benderang. Pinggiran telaga itu telah dipenuhi anggota-anggota perkemahan mereka yang serentak menyalakan lampu-lampu sorot dan sekarang tengah menatap mereka berdua. Ambar melangkah kemuka mewakili rekan-rekannya. “Aku ?, ah aku tidak apa-apa adikku yang manis, bahkan kami semua merestui edisi terbaru gaya menangis novelis kalian berdua, iyakan teman-teman!? “Teriak Ambar, yang spontan disambut ucapan serentak. “Betul……….!”

Perasaan kaget dan cemas yang semula ada dihati Awang dan Seruni menjadi sirna seketika. Seruni malah semakin malu, dan malah bukannya lari, tetapi dengan kemanjaannya yang alami Seruni menyembunyikan wajahnya yang merah merona kedalam pelukan Awang. Awang tersipu-sipu, antara perasaan bahagia dan malu yang bercampur aduk. Dibenamkannya wajah perawannya dalam dekapannya sepenuh kasih.

Seiring kebahagian yang tengah merasuk di hati anak-anak manusia itu, sayup-sayup terdengar suara azan yang sempat terbawa angin edisi terbaru gaya menangis novelis yang mengalir demikian syahdunya dari kota kecil Pandaran. Azan subuh di kota kecil Pandaran merasuk, merayu, menghimbau jiwa-jiwa suci yang perawan.

Artikel Berhubungan



0 komentar:

Posting Komentar

 

ISEN MULANG Spirit | Copyright © 2008-2013